BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orangtua memiliki gaya mengasuh anak yang berbeda-beda, karena perbedaan persepsi dan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak-anak mereka. Dua hal utama yang melatarbelakangi perbedaan tersebut ialah sejarah dan role model atau teladan (Anneahira, 2011). Perhatian orang tua terhadap anak tidak cukup hanya untuk aspek pertumbuhan fisik. Selain itu, perlu juga ada perhatian untuk perkembangan mental dan emosi anak. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan stimulus serta pengawasan yang memadai (Nandang, 2010).
Selamat Datang !!!
Selamat datang di Blogku, Semoga bermanfaat, Tolong tinggalkan komentar....!
Rabu, 06 April 2011
Makanan sehat untuk ibu hamil
Makanan sehat untuk ibu hamil antara lain yaitu rata-rata memerlukan ±2200 kalori (9500kJ) dalam sehari, jadi supaya ibu dan janin sehat (Boyke, 2010). Bagi ibu yang sedang mengandung, sangat perlu diperhatikan makanan yang akan dikonsumsinya. Namun pemenuhan tersebut memerlukan dukungan oleh keluarga terutama oleh suami. Suami sangat berperan dalam pemenuhan materi untuk pemenuhan gizi, pemberian informasi tentang gizi, dukungan emosional supaya istri merasa nyaman, dll. Namun, jika semua hal tersebut kurang terpenuhi maka akan berdampak pada status gizi ibu hamil ibu sendiri.
Susu juga sangat baik bagi ibu hamil, karena mengandung kalsium.
Susu juga sangat baik bagi ibu hamil, karena mengandung kalsium.
Akibat Rawan Pangan Penderita Kurang Gizi pada Bayi dan Ibu Hamil Meningkat
Akibat Rawan Pangan Penderita Kurang Gizi pada Bayi dan Ibu Hamil Meningkat
JAKARTA -- Bahaya kekurangan pangan, kelaparan dan kekurangan gizi yang meluas di tanah air mulai menjadi ancaman serius. Dari penelitian Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang dibentuk LIPI, diketahui jumlah penderita kurang gizi pada bayi, balita dan ibu hamil cenderung meningkat, kata Ketua LIPI Dr Soefjan Tsauri MSc APU di Jakarta kemarin.
''Apa yang dikhawatirkan sungguh terjadi seperti munculnya kembali kasus bayi HO [busung lapar --Red] yang datanya dihimpun oleh UNICEF dari RS Sutomo Surabaya dan adanya sebagian masyarakat yang kelaparan akhir-akhir ini,'' ujar Soefjan.
Kekhawatiran ini sesungguhnya telah diantisipasi dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi di Serpong Februari lalu seperti yang tercantum dalam rekomendasi butir 11. ''Penanggulangan masalah gizi pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah dua tahun penting sekali karena gizi pada periode tersebut tidak dapat ditebus dengan perbaikan gizi di kemudian hari,'' tegas Soefjan.
Karena itu, pimpinan LIPI membentuk Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang sifatnya independen. ''Anggotanya terdiri dari para pakar pangan dan gizi yang diundang LIPI atas nama pribadi, tidak mewakili organisasi baik masyarakat maupun pemerintah,'' ujarnya.
Pakar Gizi dari IPB Bogor Prof Dr Soekirman mengungkapkan satu contoh kecendrungan meningkatnya gizi buruk ditemukan di Jawa Barat. ''Ini tercatat di klinik Puslitbang Gizi Depkes Bogor. Kecenderungan pengingkatan kasus gizi buruk yang mencolok terjadi bulan Mei, Juni dan Juli 2008 yang meningkat dari 20 persen tahun 2007 menjadi 50 sampai 60 persen lebih tahun 2008,'' katanya.
Dampak rawan pangan pada balita, jelas Sukirman, ditemukan pula di wilayah utara Jawa Tengah. Pada wanita dampak krisis ditemukan pula di sebagian wilayah utara dan selatan Jawa Tengah. ''Di wilayah utara Jateng peningkatan prevalensi gizi buruk pada anak umur 3 tahun tercatat sekitar 8 persen tahun 2006 meningkat menjadi 12 sampai 15 persen pada 2008,'' papar Soekirman.
Soekirman menegaskan secara ilmiah telah dibuktikan bila masalah gizi pada anak balita dan ibu hamil dibiarkan meluas akan berakibat fatal. ''Maka dekade pertama tahun 2000 kita akan kehilangan sejumlah besar generasi dengan kualitas SDM yang tinggi karena dampak negatif dari kurang gizi tidak dapat diperbaiki atau sifatnya permanen.''
Yang menarik, lanjut Soekirman, dari data peningkatan kasus gizi buruk baik di RS Sutomo maupun di pedesaan wilayah utara Jateng, dampak krisis ini lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. ''Ini memprihatinkan karena jika terjadi pada anak perempuan maka dampaknya akan terjadi pula pada keturunannya, pada bayi yang dikandungnya jika kelak mereka dewasa dan berkeluarga,'' ujarnya.
Dia mengaku prihatin dengan makin meningkatnya prevelansi kurang gizi karena kurang zat besi atau anemia pada ibu hamil dan balita. ''Dari data Hellen Keller Internasional (HKI) 2008 di Jateng, terjadi peningkatan kurang zat gizi pada ibu hamil sebanyak 50 persen selama 2 tahun terakhir dan hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan materi oleh keluarga,'' jelas Soekirman.
Sedangkan anemia pada anak balita yang tahun 2006 rata-rata 40 persen meningkat menjadi 60 persen tahun 2008. ''Yang mengejutkan adanya tanda-tanda munculnya kembali masalah kurang vitamin A yang telah berhasil diberantas tahun 2003. Buta senja yang 0 persen sebelum krisis menjadi 0,5 sampai 1 persen sesudah krisis,'' tandasnya.
Pembahasan masalah kurang gizi ini mencuat dengan munculnya kasus 'Bayi HO' oleh media massa. ''Ini memang benar terjadi. Hal tersebut menarik karena kasus gizi buruk yang istilah teknisnya marasmic-kwashiorkor terjadi terakhir kali di Indonesia akhir tahun 1970-an. Munculnya kembali kasus ini merupakan pertanda makin beratnya kemiskinan di sebagian penduduk,'' jelasnya.
Dia mengkhawatirkan, sambungnya, kasus gizi buruk yang muncul di RS merupakan 'puncak gunung es'. ''Artinya penderita kurang gizi di masyarakat yang tidak dibawa ke RS jumlahnya jauh lebih besar. Mungkin bisa sepuluh kali lipat, kita tidak tahu. Karena itu harus segera dilakukan pendataan sejelas-jelasnya, terutama di daerah rawan sperti di perkotaan'' tegas Soekirman.
Atas dasar ini, LIPI dan Forum merekomendasikan untuk menghidupkan kembali struktur sosial pada masyarakat yaitu Posyandu. ''Timbulnya bunung lapar pada balita menandakan fungsi Posyandu mulai menghilang. Jika Posyandu berfungsi baik HO tidak akan terjadi karena kondisi setiap bayi di pedesaan sekalipun termonitor dengan baik,'' ungkap Soekirman.
Karena itu diharapkan pemerintah tidak hanya memusatkan perhatian pada bantuan fisik seperti makanan dan uang. ''Karena itu kita pusatkan perhatian pada Posyandu dengan menyarankan sebagian dana dipergunakan untuk merevitalisasi Posyandu,'' tegasnya.
JAKARTA -- Bahaya kekurangan pangan, kelaparan dan kekurangan gizi yang meluas di tanah air mulai menjadi ancaman serius. Dari penelitian Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang dibentuk LIPI, diketahui jumlah penderita kurang gizi pada bayi, balita dan ibu hamil cenderung meningkat, kata Ketua LIPI Dr Soefjan Tsauri MSc APU di Jakarta kemarin.
''Apa yang dikhawatirkan sungguh terjadi seperti munculnya kembali kasus bayi HO [busung lapar --Red] yang datanya dihimpun oleh UNICEF dari RS Sutomo Surabaya dan adanya sebagian masyarakat yang kelaparan akhir-akhir ini,'' ujar Soefjan.
Kekhawatiran ini sesungguhnya telah diantisipasi dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi di Serpong Februari lalu seperti yang tercantum dalam rekomendasi butir 11. ''Penanggulangan masalah gizi pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah dua tahun penting sekali karena gizi pada periode tersebut tidak dapat ditebus dengan perbaikan gizi di kemudian hari,'' tegas Soefjan.
Karena itu, pimpinan LIPI membentuk Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang sifatnya independen. ''Anggotanya terdiri dari para pakar pangan dan gizi yang diundang LIPI atas nama pribadi, tidak mewakili organisasi baik masyarakat maupun pemerintah,'' ujarnya.
Pakar Gizi dari IPB Bogor Prof Dr Soekirman mengungkapkan satu contoh kecendrungan meningkatnya gizi buruk ditemukan di Jawa Barat. ''Ini tercatat di klinik Puslitbang Gizi Depkes Bogor. Kecenderungan pengingkatan kasus gizi buruk yang mencolok terjadi bulan Mei, Juni dan Juli 2008 yang meningkat dari 20 persen tahun 2007 menjadi 50 sampai 60 persen lebih tahun 2008,'' katanya.
Dampak rawan pangan pada balita, jelas Sukirman, ditemukan pula di wilayah utara Jawa Tengah. Pada wanita dampak krisis ditemukan pula di sebagian wilayah utara dan selatan Jawa Tengah. ''Di wilayah utara Jateng peningkatan prevalensi gizi buruk pada anak umur 3 tahun tercatat sekitar 8 persen tahun 2006 meningkat menjadi 12 sampai 15 persen pada 2008,'' papar Soekirman.
Soekirman menegaskan secara ilmiah telah dibuktikan bila masalah gizi pada anak balita dan ibu hamil dibiarkan meluas akan berakibat fatal. ''Maka dekade pertama tahun 2000 kita akan kehilangan sejumlah besar generasi dengan kualitas SDM yang tinggi karena dampak negatif dari kurang gizi tidak dapat diperbaiki atau sifatnya permanen.''
Yang menarik, lanjut Soekirman, dari data peningkatan kasus gizi buruk baik di RS Sutomo maupun di pedesaan wilayah utara Jateng, dampak krisis ini lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. ''Ini memprihatinkan karena jika terjadi pada anak perempuan maka dampaknya akan terjadi pula pada keturunannya, pada bayi yang dikandungnya jika kelak mereka dewasa dan berkeluarga,'' ujarnya.
Dia mengaku prihatin dengan makin meningkatnya prevelansi kurang gizi karena kurang zat besi atau anemia pada ibu hamil dan balita. ''Dari data Hellen Keller Internasional (HKI) 2008 di Jateng, terjadi peningkatan kurang zat gizi pada ibu hamil sebanyak 50 persen selama 2 tahun terakhir dan hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan materi oleh keluarga,'' jelas Soekirman.
Sedangkan anemia pada anak balita yang tahun 2006 rata-rata 40 persen meningkat menjadi 60 persen tahun 2008. ''Yang mengejutkan adanya tanda-tanda munculnya kembali masalah kurang vitamin A yang telah berhasil diberantas tahun 2003. Buta senja yang 0 persen sebelum krisis menjadi 0,5 sampai 1 persen sesudah krisis,'' tandasnya.
Pembahasan masalah kurang gizi ini mencuat dengan munculnya kasus 'Bayi HO' oleh media massa. ''Ini memang benar terjadi. Hal tersebut menarik karena kasus gizi buruk yang istilah teknisnya marasmic-kwashiorkor terjadi terakhir kali di Indonesia akhir tahun 1970-an. Munculnya kembali kasus ini merupakan pertanda makin beratnya kemiskinan di sebagian penduduk,'' jelasnya.
Dia mengkhawatirkan, sambungnya, kasus gizi buruk yang muncul di RS merupakan 'puncak gunung es'. ''Artinya penderita kurang gizi di masyarakat yang tidak dibawa ke RS jumlahnya jauh lebih besar. Mungkin bisa sepuluh kali lipat, kita tidak tahu. Karena itu harus segera dilakukan pendataan sejelas-jelasnya, terutama di daerah rawan sperti di perkotaan'' tegas Soekirman.
Atas dasar ini, LIPI dan Forum merekomendasikan untuk menghidupkan kembali struktur sosial pada masyarakat yaitu Posyandu. ''Timbulnya bunung lapar pada balita menandakan fungsi Posyandu mulai menghilang. Jika Posyandu berfungsi baik HO tidak akan terjadi karena kondisi setiap bayi di pedesaan sekalipun termonitor dengan baik,'' ungkap Soekirman.
Karena itu diharapkan pemerintah tidak hanya memusatkan perhatian pada bantuan fisik seperti makanan dan uang. ''Karena itu kita pusatkan perhatian pada Posyandu dengan menyarankan sebagian dana dipergunakan untuk merevitalisasi Posyandu,'' tegasnya.
Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Suami tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan
ABSTRAK
Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Suami
Tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan Di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
Tahun : 2010
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan.
Penelitian dilaksanakan tanggal 13-20 Juli 2010 dengan tujuan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Desain dalam penelitian ini yaitu korelasi cross sectional dengan populasinya yaitu suami dari ibu hamil yang mengantar periksa dengan teknik accidental sampling diperoleh sampel sebanyak 16 responden dan variabel yang digunakan yaitu variabel bebas adalah pengetahuan suami dan variabel tergantung adalah kecemasan suami. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan Spearman.
Hasil analisa dari 16 responden didapatkan hasil bahwa harga ρ hitung 0,901 dan harga ρ tabel 0,506 maka terlihat bahwa ρ hitung lebih besar dari ρ tabel yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Sebagai petugas kesehatan (bidan) khususnya diharapkan lebih aktif memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan seks selama kehamilan sehingga dapat mengurangi kecemasan.
Kata Kunci : Pengetahuan, Hubungan seks, Kecemasan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Hubungan seks dapat dilakukan dengan aman sejak terbentuknya janin sampai dengan mulainya saat persalinan asalkan kehamilan berjalan normal. (Close, Sylvia, 1998:1)
Beberapa situasi yang menyarankan untuk menghentikan hubungan seks yaitu jika terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seks, terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak, pernah mengalami keguguran, terjadi plasenta previa, kehamilan kembar. (Manuaba, 1998:139)
Secara fisiologis pada saat istri hamil suami tidak terganggu, tetapi keinginan berhubungan seks dengan istri akan terganggu secara emosi. Oleh karena itu, keinginan berhubungan seks dengan istrinya yang sedang hamil berbeda. Pada kebanyakan pasangan akan timbul kecemasan karena perubahan saat istri hamil antara lain rasa takut pada keguguran sehingga suami memilih untuk menghentikan hubungan seks. Suami menjadi terlalu sensitif dan menyesuaikan perasaan istri pada masa hamil dengan maksud bertanggung jawab untuk melindungi sang ibu, janin dan kehamilan atau karena menuruti peraturan agama atau adat setempat. (Close, Sylvia, 1998: 10)
Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seksual sebelum kehamilan. Hal tersebut meningkat menjadi 41% pada trimester I kehamilan, dan 59% pada trimester III. Hampir setiap pasangan selama kehamilan akan mengalami beberapa perubahan seperti tidak berhubungan seks sama sekali atau menjadi sedikit tidak nyaman. (Eisenberg, Arlene, 1998:184)
Keengganan berhubungan seks saat istri sedang hamil juga dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada wanita. Banyak istri saat hamil yang kurang bergairah, bahkan ada yang tidak mau disentuh sama sekali. Disisi lain, begitu suami mengetahui istri hamil, suami juga akan mengalami perubahan hormon. Pada saat itu, produksi hormon estradiol dan estrogen lebih tinggi, sedangkan testoteron sedikit berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan gairah dan kecemasan pun meningkat (problemseks.blogspot.com).
Berdasarkan penjelasan seorang psikiater di Jakarta mengatakan bahwa beberapa pria mengalami perubahan hormonal selama kehamilan istrinya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. (Bibilung, 2007)
Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks. (Eisenberg, Arlene, 1998:185)
Berdasarkan studi pendahuluan di 4 BPS Kabupaten Gorontalo yaitu di BPS Ny. Ida Fariati Desa Tugurejo Kecamatan Gurah Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan tidak merasa khawatir tentang berhubungan seks selama kehamilan, di BPS Ny. Agustin Desa Doko Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul ada 2 suami ibu hamil yang mengantar periksa, dari 2 suami ini 1 merasa khawatir dan 1 tidak mengalami kekhawatiran tentang berhubungan seks selama kehamilan. Dan di BPS Ny. Siti Fatimah Amd,Keb Desa Ngingas Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul didapatkan 5 suami ibu hamil yang mengantar periksa. Dari 5 suami ibu hamil 3 (60%) diantaranya khawatir untuk melakukan hubungan seks karena tidak mengerti tentang hubungan seks selama kehamilan dan 2 (40%) diantaranya tidak khawatir, sedangkan di BPS Ny. Ninik Desa Plemahan Kecamatan Plemahan Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan mengalami kekhawatiran mengenai hubungan seks selama kehamilan.
1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ....... ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2.2 Mengetahui tingkat kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kabupaten ........
1.3.2.3 Menganalisa hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menerapkan riset kebidanan tentang hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal care.
Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Suami
Tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan Di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
Tahun : 2010
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan.
Penelitian dilaksanakan tanggal 13-20 Juli 2010 dengan tujuan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Desain dalam penelitian ini yaitu korelasi cross sectional dengan populasinya yaitu suami dari ibu hamil yang mengantar periksa dengan teknik accidental sampling diperoleh sampel sebanyak 16 responden dan variabel yang digunakan yaitu variabel bebas adalah pengetahuan suami dan variabel tergantung adalah kecemasan suami. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan Spearman.
Hasil analisa dari 16 responden didapatkan hasil bahwa harga ρ hitung 0,901 dan harga ρ tabel 0,506 maka terlihat bahwa ρ hitung lebih besar dari ρ tabel yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Sebagai petugas kesehatan (bidan) khususnya diharapkan lebih aktif memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan seks selama kehamilan sehingga dapat mengurangi kecemasan.
Kata Kunci : Pengetahuan, Hubungan seks, Kecemasan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Hubungan seks dapat dilakukan dengan aman sejak terbentuknya janin sampai dengan mulainya saat persalinan asalkan kehamilan berjalan normal. (Close, Sylvia, 1998:1)
Beberapa situasi yang menyarankan untuk menghentikan hubungan seks yaitu jika terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seks, terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak, pernah mengalami keguguran, terjadi plasenta previa, kehamilan kembar. (Manuaba, 1998:139)
Secara fisiologis pada saat istri hamil suami tidak terganggu, tetapi keinginan berhubungan seks dengan istri akan terganggu secara emosi. Oleh karena itu, keinginan berhubungan seks dengan istrinya yang sedang hamil berbeda. Pada kebanyakan pasangan akan timbul kecemasan karena perubahan saat istri hamil antara lain rasa takut pada keguguran sehingga suami memilih untuk menghentikan hubungan seks. Suami menjadi terlalu sensitif dan menyesuaikan perasaan istri pada masa hamil dengan maksud bertanggung jawab untuk melindungi sang ibu, janin dan kehamilan atau karena menuruti peraturan agama atau adat setempat. (Close, Sylvia, 1998: 10)
Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seksual sebelum kehamilan. Hal tersebut meningkat menjadi 41% pada trimester I kehamilan, dan 59% pada trimester III. Hampir setiap pasangan selama kehamilan akan mengalami beberapa perubahan seperti tidak berhubungan seks sama sekali atau menjadi sedikit tidak nyaman. (Eisenberg, Arlene, 1998:184)
Keengganan berhubungan seks saat istri sedang hamil juga dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada wanita. Banyak istri saat hamil yang kurang bergairah, bahkan ada yang tidak mau disentuh sama sekali. Disisi lain, begitu suami mengetahui istri hamil, suami juga akan mengalami perubahan hormon. Pada saat itu, produksi hormon estradiol dan estrogen lebih tinggi, sedangkan testoteron sedikit berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan gairah dan kecemasan pun meningkat (problemseks.blogspot.com).
Berdasarkan penjelasan seorang psikiater di Jakarta mengatakan bahwa beberapa pria mengalami perubahan hormonal selama kehamilan istrinya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. (Bibilung, 2007)
Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks. (Eisenberg, Arlene, 1998:185)
Berdasarkan studi pendahuluan di 4 BPS Kabupaten Gorontalo yaitu di BPS Ny. Ida Fariati Desa Tugurejo Kecamatan Gurah Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan tidak merasa khawatir tentang berhubungan seks selama kehamilan, di BPS Ny. Agustin Desa Doko Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul ada 2 suami ibu hamil yang mengantar periksa, dari 2 suami ini 1 merasa khawatir dan 1 tidak mengalami kekhawatiran tentang berhubungan seks selama kehamilan. Dan di BPS Ny. Siti Fatimah Amd,Keb Desa Ngingas Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul didapatkan 5 suami ibu hamil yang mengantar periksa. Dari 5 suami ibu hamil 3 (60%) diantaranya khawatir untuk melakukan hubungan seks karena tidak mengerti tentang hubungan seks selama kehamilan dan 2 (40%) diantaranya tidak khawatir, sedangkan di BPS Ny. Ninik Desa Plemahan Kecamatan Plemahan Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan mengalami kekhawatiran mengenai hubungan seks selama kehamilan.
1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ....... ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2.2 Mengetahui tingkat kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kabupaten ........
1.3.2.3 Menganalisa hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menerapkan riset kebidanan tentang hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal care.
Kamis, 17 Maret 2011
PERSONAL HYGIENE MENSTRUASI
I. Konsep Kebersihan Alat Kelamin (Vulva Hygiene)
A. Pengertian
Kebersihan Alat Kelamin (Vulva hygiene) merupakan menjaga kebersihan vagina dengan membilas bagian-bagian tersebut dengan air matang dan sabun setelah bak atau bab.(perawatan ibu dipusat kesehatan masyarakat)
Vulva hygiene adalah membersihkan alat kelamin luar perempuan (Laksmana, 2001)
Vulva hygiene adalah memelihara kebersihan alat kelamin luar perempuan (Laksmana.2002)
B. Tujuan kebersihan alat kelamin (Vulva Hygiene)
Tujuan dilakukan vulva hygiene yaitu :
1) Untuk mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vulva (Hidayat,2008:95)
2) Untuk kebersihan perineum dan vulva (Ibrahim, 2001)
C. Waktu perawatan kebersihan alat kelamin (vulva hygiene) :
Perawatan vulva hygiene ini dilakukan pada :
3) Dilakukan 2-3 kali sehari (http://universityofindonesia-perawatankebersihanalatkelamin.co.id).
4) Setelah bung air kecil atau buang air besar (http://universityofindonesia-perawatankebersihanalatkelamin.co.id)
5) Bila merasa tidak nyaman,
6) dilakukan tiga sampai empat jam (Ibrahim, 2001)
D. Langkah –langkah melakukan vulva hygiene yang benar yaitu:
Menurut (Charles Surjadi, 2002:53) yaitu:
1) Mencuci bagian luar organ seksual dengan sabun kulit setiap buang air kecil atau pun air besar membasuh dari arah depan ke belakang.
2) Menggunakan air yang bersih untuk mencuci organ reproduksi.
3) Mengganti celana dalam sehari dua kali, memakai pakaian dalam berbahan katun, untuk mempermudah penyerapan keringat.
4) Mengganti pembalut secara teratur 2 – 3 kali per hari atau setelah mandi dan buang air kecil.
5) Membiasakan diri mencukur rambut disekitar daerah kemaluan, untuk menghindari tumbuhnya bakteri yang menyebabkan gatal pada daerah reproduksi tersebut.
E. Cara melakukan Vulva Hygiene saat menstruasi (Charles Surjadi, 2002:53)
1) Membersihkan bagian luar organ seksual dengan sabun kulit setiap buang air kecil atau pun air besar membasuh dari arah depan ke belakang.
2) Menggunakan air yang bersih untuk membersihkan organ reproduksi.
3) Mengganti celana dalam sehari dua kali, memakai pakaian dalam berbahan katun, untuk mempermudah penyerapan keringat.
4) Segera mungkin mengganti pembalut dan celana dalam jika merasa tidak nyaman atau mulai terasa lembab terutama pada hari-hari yang banyak mengeluarkan darah (hari pertama sampai ketiga), ini dikarenakan darah bisa menjadi media yang sesuai untuk kuman berkembang biak.
F. Prosedur pelaksanaan vulva hygiene saat menstruasi (Charles Surjadi, 2002:53) :
1) Membersihkan bagian luar organ seksual dengan sabun kulit setiap buang air kecil atau pun air besar membasuh dari arah depan ke belakang.
2) Menggunakan air yang bersih untuk membersihkan organ reproduksi.
3) Mengganti celana dalam sehari dua kali, memakai pakaian dalam berbahan katun, untuk mempermudah penyerapan keringat.
4) Segera mungkin mengganti pembalut dan celana dalam jika merasa tidak nyaman atau mulai terasa lembab terutama pada hari-hari yang banyak mengeluarkan darah (hari pertama sampai ketiga), ini dikarenakan darah bisa menjadi media yang sesuai untuk kuman berkembang biak.
5) Hindari menggunakan sabun mandi pada alat kelamin karena dapat menyebabkan kekeringan dan iritasi kulit atau gatal.
A. Pengertian
Kebersihan Alat Kelamin (Vulva hygiene) merupakan menjaga kebersihan vagina dengan membilas bagian-bagian tersebut dengan air matang dan sabun setelah bak atau bab.(perawatan ibu dipusat kesehatan masyarakat)
Vulva hygiene adalah membersihkan alat kelamin luar perempuan (Laksmana, 2001)
Vulva hygiene adalah memelihara kebersihan alat kelamin luar perempuan (Laksmana.2002)
B. Tujuan kebersihan alat kelamin (Vulva Hygiene)
Tujuan dilakukan vulva hygiene yaitu :
1) Untuk mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vulva (Hidayat,2008:95)
2) Untuk kebersihan perineum dan vulva (Ibrahim, 2001)
C. Waktu perawatan kebersihan alat kelamin (vulva hygiene) :
Perawatan vulva hygiene ini dilakukan pada :
3) Dilakukan 2-3 kali sehari (http://universityofindonesia-perawatankebersihanalatkelamin.co.id).
4) Setelah bung air kecil atau buang air besar (http://universityofindonesia-perawatankebersihanalatkelamin.co.id)
5) Bila merasa tidak nyaman,
6) dilakukan tiga sampai empat jam (Ibrahim, 2001)
D. Langkah –langkah melakukan vulva hygiene yang benar yaitu:
Menurut (Charles Surjadi, 2002:53) yaitu:
1) Mencuci bagian luar organ seksual dengan sabun kulit setiap buang air kecil atau pun air besar membasuh dari arah depan ke belakang.
2) Menggunakan air yang bersih untuk mencuci organ reproduksi.
3) Mengganti celana dalam sehari dua kali, memakai pakaian dalam berbahan katun, untuk mempermudah penyerapan keringat.
4) Mengganti pembalut secara teratur 2 – 3 kali per hari atau setelah mandi dan buang air kecil.
5) Membiasakan diri mencukur rambut disekitar daerah kemaluan, untuk menghindari tumbuhnya bakteri yang menyebabkan gatal pada daerah reproduksi tersebut.
E. Cara melakukan Vulva Hygiene saat menstruasi (Charles Surjadi, 2002:53)
1) Membersihkan bagian luar organ seksual dengan sabun kulit setiap buang air kecil atau pun air besar membasuh dari arah depan ke belakang.
2) Menggunakan air yang bersih untuk membersihkan organ reproduksi.
3) Mengganti celana dalam sehari dua kali, memakai pakaian dalam berbahan katun, untuk mempermudah penyerapan keringat.
4) Segera mungkin mengganti pembalut dan celana dalam jika merasa tidak nyaman atau mulai terasa lembab terutama pada hari-hari yang banyak mengeluarkan darah (hari pertama sampai ketiga), ini dikarenakan darah bisa menjadi media yang sesuai untuk kuman berkembang biak.
F. Prosedur pelaksanaan vulva hygiene saat menstruasi (Charles Surjadi, 2002:53) :
1) Membersihkan bagian luar organ seksual dengan sabun kulit setiap buang air kecil atau pun air besar membasuh dari arah depan ke belakang.
2) Menggunakan air yang bersih untuk membersihkan organ reproduksi.
3) Mengganti celana dalam sehari dua kali, memakai pakaian dalam berbahan katun, untuk mempermudah penyerapan keringat.
4) Segera mungkin mengganti pembalut dan celana dalam jika merasa tidak nyaman atau mulai terasa lembab terutama pada hari-hari yang banyak mengeluarkan darah (hari pertama sampai ketiga), ini dikarenakan darah bisa menjadi media yang sesuai untuk kuman berkembang biak.
5) Hindari menggunakan sabun mandi pada alat kelamin karena dapat menyebabkan kekeringan dan iritasi kulit atau gatal.
Rabu, 14 Juli 2010
PENGETAHUAN IBU TENTANG BIANG KERINGAT PADA BAYI 0-1 TAHUN
PENGETAHUAN IBU TENTANG BIANG KERINGAT PADA BAYI 0-1 TAHUN
Bayi yang sehat dan lucu pasti menjadi dambaan setiap pasangan. Namun, tentu saja tidak semua bayi beruntung dengan kesehatan yang prima. Apalagi pada anak yang masih bayi, berbagai macam penyakit bisa menyerang dengan mudah.
Bayi sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Tak pelak membuat banyak bayi mengalami gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan pada bayi sangat beragam, misalnya gangguan saluran pernapasan, jantung, atau yang ringan seperti influenza yang bisa saja ditularkan dari ibu, kakak atau tamu-tamu yang berkunjung ke rumah.
Bidan harus mengetahui lebih banyak tentang penyakit kulit, karena tidak dapat disangkal bahwa penyakit kulit pada anak sering dijumpai. Walaupun belum ada angka statistik yang membandingkan frekuensi penyakit kulit pada anak, namun diberbagai poliklinik Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten dibuat kesimpulan bahwa sekitar 20% adalah kasus penyakit kulit pada anak. Data terpenting yang harus diperhatikan oleh seorang yang bukan ahli penyakit kulit, yaitu cara membuat diagnosis serta memahami prinsip pengobatan sebaik-baiknya, agar jangan sampai timbul komplikasi karena obat atau cara pengobatan yang salah (FKUI, 2005).
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya, dengan berbagai alat didalamnya seperti lemak, otot, pembuluh darah, serabut syaraf, kelenjar keringat dan lain-lain. Alat-alat tersebut mengatur fungsi kulit yang beraneka ragam yaitu mulai dari proteksi secara fisis dan imunologis, mengatur suhu tubuh dan keseimbangan elektrolit (panas, dingin, tekanan, nyeri, gatal dan perabaan), ekskresi, pembuatan vitamin D, dan daya membersihkan diri (FKUI, 2005).
Kulit juga merupakan organ tubuh terluar yang terus menerus terpajan dengan lingkungan luar sehingga senantiasa aktif mengadakan penyesuaian diri dengan berbagai perubahan lingkungan. Keadaan makroskopis dan mikroskopis kulit mencerminkan kesehatan individu dan berbeda-beda sesuai dengan umurnya. Kulit pada neonatus (bayi < 1 bulan) dan bayi (< 1 bulan) merupakan bagian yang mengalami proses pematangan yang cepat, baik struktur anatomi, bio kimia dan fisiologik setelah tahap pembentukan in utero.
Selain itu, keadaan kulit juga merupakan 'cermin' kesehatan tubuh seseorang. Para orang tua kini semakin menyadari bahwa menjaga kesehatan kulit anak sama pentingnya dengan menjaga kesehatan anak. Dan untuk menjaga kesehatan kulit ini, diperlukan perawatan rutin sejak usia dini. Perawatan rutin kulit juga mengekspresikan rasa cinta seorang ibu pada buah hatinya. Telah dibuktikan bahwa sentuhan ibu akan sangat berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental seorang anak (FKUI, 2002).
Prelevansi penyakit kulit di Indonesia cukup tinggi baik oleh bakteri, virus atau jamur. Selain itu bergantung pada lingkungan dan kondisi setiap individu. Trauma kecil atau ringan dapat menyebabkan tempat masuknya mikroorganise ke kulit (FKUI, 2005).
Salah satu penyakit kulit pada bayi adalah miliaria (biang keringat). Biang keringat dapat dijumpai pada bayi cukup bulan maupun premature, pada minggu-minggu pertama pasca kelahiran. Kemungkinan disebabkan oleh sel-sel pada bayi yang belum sempurna sehingga terjadi sumbatan pada kelenjar kulit yang mengakibatkan retensi keringat. Biang keringat terjadi pada sekitar 40% bayi baru lahir. Menetap beberapa minggu dan menghilang tanpa pengobatan. Penanggulangan biang keringat cukup dengan mandi memakai sabun, mengatur agar suhu lingkungan cukup sejuk, sirkulasi (ventilasi) yang baik serta memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Pemakaian bedak tabur dapat juga membantu, namun bila inflamasinya hebat, pemakaian cream hidrokortison 1% dapat mengatasinya (http://www.sitiaisyah.com).
Seorang ahli ilmu kesehatan anak mengetahui miliria dengan baik, karena miliaria dapat ditemukan pada bayi yang berada dilingSeorang ahli ilmu kesehatan anak mengetahui miliria dengan baik, karena miliaria dapat ditemukan pada bayi yang berada dilingkungkan panas dan lembab. Kebanyakan bayi (60%) mempunyai kecenderungan terserang miliaria ketika mereka tumbuh dewasa, hal tersebut rupanya dipengaruhi oleh pematangan atau penguatan dinding saluran keringat, ekrin. Presentase dari orang dewasa yang menjadi suspek miliaria semakin meningkat terutama di daerah yang sangat panas dan juga kondisi yang lembab yaitu berkisar 70%-90% William colengan III (2004 : 605). Miliaria rubra juga sering terjadi pada bayi atau orang dewasa yang berada dalam lingkungan tropis, mencakup sekitar 30% dari orang dilingkungkan tersebut (Carol 2004 : 240). Insiden terjadinya biang keringat pada bayi usia kurang dari 1 Tahun berkisar 30% sendangkan pada bayi lebih dari 1 tahun berkisar 35%. Hal ini dapat terjadi bila suhu udara panas (23-350C) dan kelembaban tinggi (50-87%) menyebabkan badan gerah yang dapat memicu timbulnya biang keringat (Priyono, 2004).kungkan panas dan lembab. Kebanyakan bayi (60%) mempunyai kecenderungan terserang miliaria ketika mereka tumbuh dewasa, hal tersebut rupanya dipengaruhi oleh pematangan atau penguatan dinding saluran keringat, ekrin. Presentase dari orang dewasa yang menjadi suspek miliaria semakin meningkat terutama di daerah yang sangat panas dan juga kondisi yang lembab yaitu berkisar 70%-90% William colengan III (2004 : 605). Miliaria rubra juga sering terjadi pada bayi atau orang dewasa yang berada dalam lingkungan tropis, mencakup sekitar 30% dari orang dilingkungkan tersebut (Carol 2004 : 240). Insiden terjadinya biang keringat pada bayi usia kurang dari 1 Tahun berkisar 30% sendangkan pada bayi lebih dari 1 tahun berkisar 35%. Hal ini dapat terjadi bila suhu udara panas (23-350C) dan kelembaban tinggi (50-87%) menyebabkan badan gerah yang dapat memicu timbulnya biang keringat (Priyono, 2004).
1. Biang Keringat
a. Pengertian
Biang keringat adalah kelainan kulit yang sering muncul pada bayi dan balita akibat tersumbatnya kelenjar keringat, sehingga keringat yang keluar berkumpul di bawah kulit dan mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah (Pasaribu, 2007).
Biang keringat disebut juga keringat buntet timbul di daerah dahi, leher dan bagian tubuh yang tertutup pakaian, disertai gatal, kulit kemerahan dan gelembung berair kecil-kecil (http///www.ikatandokter anakindonesia.co.id).
Biang keringat adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh keluarnya keringat berlebihan disertai tersumbatnya saluran kelenjar keringat dan biasanya terjadi pada daerah dahi, leher, punggung dan dada (http://www.republika.com).
b. Jenis-jenis Biang Keringat
Ada tiga macam biang keringat yaitu :
1) Miliaria kristalina
Biang keringat yang terjadi pada bayi baru lahir (neonatus) sumbatan terjadi pada permukaan kulit sehingga terlihat gelembung-gelembung kecil berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih, namun tidak terdapat kemerahan pada kulit (hhtp:\\www.republika.com).
2) Miliaria rubra
Biang keringat ini terjadi pada anak yang biasa tinggal di daerah atau lingkungan panas dan lembab. Terdapat bintik-bintik kecil (1-2 mm) berwarna merah, biasanya disertai keluhan gatal dan perih (hhtp:\\www.republika.com).
3) Miliaria profunda
Pada biang keringat jenis ini terdapat bintik-bintik putih, keras dan berukuran (1-3 mm). Kulit tidak berwarna merah, namun kasus ini jarang terjadi (hhtp:\\www.republika.com)
c. Penyebab Biang Keringat
Penyebab biang keringat menurut Pasaribu (2007) yaitu:
1) Ventilasi ruangan kurang baik sehingga udara di dalam ruangan panas atau lembab.
2) Pakaian bayi terlalu tebal dan ketat, pakaian yang tebal dan ketat menyebabkan suhu tubuh bayi meningkat.
3) Bayi mengalami panas atau demam.
4) Bayi terlalu banyak beraktivitas sehingga banyak mengeluarkan keringat.
Faktor yang menyebabkan keringat keluar berlebihan dan tersumbatnya saluran keringat yaitu udara panas dan lembab disertai ventilasi ruangan yang kurang baik, pakaian terlalu tebal dan ketat, aktivitas yang berlebihan, juga setelah mengalami demam (http://www.republika.com)
Faktor penyebab timbulnya keringat berlebihan yaitu :
1) Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang baik
2) Pakaian yang terlalu lembab dan ketat
Pakaian banyak memberikan pengaruh pada kulit, misalnya menimbulkan pergeseran, tekanan yang berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan suhu tubuh.
3) Aktivitas yang berlebihan, misalnya berolahraga
4) Setelah menderita sakit panas
(FKUI, 2002)
Penyebab lain berupa penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar keringat. Sumbatan ini dapat diakibatkan debu atau radang pada kulit anak. Butiran-butiran keringat yang terperangkap dibawah kulit akan mendesak ke permukaan kulit dan menimbulkan bintik-bintik kecil yang terasa gatal (http://www.conectique.com).
d. Pencegahan
1) Bayi atau anak tetap dianjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 kali sehari menggunakan air dingin dan sabun.
2) Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan handuk (lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang lembut. Setelah itu dapat diberikan bedak tabur.
3) Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat terlebih dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga mempermudah terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri.
4) Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon, atau wol yang tidak menyerap keringat (FKUI, 2002).
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
Memandikan bayi atau anak secara teratur minimal 2 kali sehari dengan air dingin dan sabun. Orang tua sebaiknya juga sering membasuh keringat anak dengan handuk basah lalu dikeringkan dan ditaburi bedak. Ruangan juga harus diperhatikan, usahakan agar suhu ruangan tidak terlalu panas dan lembab dengan cara membuat ventilasi yang baik, jika perlu pasang kipas angin. Hindari pakaian yang tebal, ketat atau yang terbuat dari bahan yang tidak menyerap keringat seperti wol dan nilon (http://www.republika.com).
Biang keringat bisa tidak dialami bayi asalkan orang tua rajin menghindari penghalang penguapan keringat yang menutup pori-pori bayi dengan cara:
1) Bayi harus dimandikan secara teratur pada pagi dan sore hari.
2) Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak, leher, paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak keseluruhan tubuh dengan tipis.
3) Jaga tubuh bayi agar tetap kering.
4) Jika bayi berkeringat jangan keringkan dengan menggunakan bedak. Sebaiknya dengan waslap basah, lalu dikeringkan, dan diolesi dengan bedak tipis.
5) Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
6) Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara kamar yang tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi mengalir dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
7) Pada saat memandikan bayi yang menderita biang keringat, sebaiknya gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan partikel. Jika menggunakan sabun padat bisa meninggalkan partikel yang dapat menghambat penyembuhan (Pasaribu, 2007).
e. Pengobatan
Sebenarnya pengobatan khusus tidak diperlukan, cukup pencegahan dan perawatan kulit yang benar. Bila biang keringat berupa gelembung kecil tidak disertai berupa gelembung kecil tidak disertai kemerahan, kering dan tanpa keluhan dapat diberi bedak setelah mandi. Bila kelainan kulit membasah tidak boleh ditaburkan bedak, karena akan terbentuk gumpalan yang memperparah sumbatan kelenjar sehingga menjadi tempat pertumbuhan kuman. Bila keluhan sangat gatal, luka dan lecet dapat diatasi dengan pemberian antibiotik (FKUI, 2002).
Bayi yang sehat dan lucu pasti menjadi dambaan setiap pasangan. Namun, tentu saja tidak semua bayi beruntung dengan kesehatan yang prima. Apalagi pada anak yang masih bayi, berbagai macam penyakit bisa menyerang dengan mudah.
Bayi sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Tak pelak membuat banyak bayi mengalami gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan pada bayi sangat beragam, misalnya gangguan saluran pernapasan, jantung, atau yang ringan seperti influenza yang bisa saja ditularkan dari ibu, kakak atau tamu-tamu yang berkunjung ke rumah.
Bidan harus mengetahui lebih banyak tentang penyakit kulit, karena tidak dapat disangkal bahwa penyakit kulit pada anak sering dijumpai. Walaupun belum ada angka statistik yang membandingkan frekuensi penyakit kulit pada anak, namun diberbagai poliklinik Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten dibuat kesimpulan bahwa sekitar 20% adalah kasus penyakit kulit pada anak. Data terpenting yang harus diperhatikan oleh seorang yang bukan ahli penyakit kulit, yaitu cara membuat diagnosis serta memahami prinsip pengobatan sebaik-baiknya, agar jangan sampai timbul komplikasi karena obat atau cara pengobatan yang salah (FKUI, 2005).
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya, dengan berbagai alat didalamnya seperti lemak, otot, pembuluh darah, serabut syaraf, kelenjar keringat dan lain-lain. Alat-alat tersebut mengatur fungsi kulit yang beraneka ragam yaitu mulai dari proteksi secara fisis dan imunologis, mengatur suhu tubuh dan keseimbangan elektrolit (panas, dingin, tekanan, nyeri, gatal dan perabaan), ekskresi, pembuatan vitamin D, dan daya membersihkan diri (FKUI, 2005).
Kulit juga merupakan organ tubuh terluar yang terus menerus terpajan dengan lingkungan luar sehingga senantiasa aktif mengadakan penyesuaian diri dengan berbagai perubahan lingkungan. Keadaan makroskopis dan mikroskopis kulit mencerminkan kesehatan individu dan berbeda-beda sesuai dengan umurnya. Kulit pada neonatus (bayi < 1 bulan) dan bayi (< 1 bulan) merupakan bagian yang mengalami proses pematangan yang cepat, baik struktur anatomi, bio kimia dan fisiologik setelah tahap pembentukan in utero.
Selain itu, keadaan kulit juga merupakan 'cermin' kesehatan tubuh seseorang. Para orang tua kini semakin menyadari bahwa menjaga kesehatan kulit anak sama pentingnya dengan menjaga kesehatan anak. Dan untuk menjaga kesehatan kulit ini, diperlukan perawatan rutin sejak usia dini. Perawatan rutin kulit juga mengekspresikan rasa cinta seorang ibu pada buah hatinya. Telah dibuktikan bahwa sentuhan ibu akan sangat berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental seorang anak (FKUI, 2002).
Prelevansi penyakit kulit di Indonesia cukup tinggi baik oleh bakteri, virus atau jamur. Selain itu bergantung pada lingkungan dan kondisi setiap individu. Trauma kecil atau ringan dapat menyebabkan tempat masuknya mikroorganise ke kulit (FKUI, 2005).
Salah satu penyakit kulit pada bayi adalah miliaria (biang keringat). Biang keringat dapat dijumpai pada bayi cukup bulan maupun premature, pada minggu-minggu pertama pasca kelahiran. Kemungkinan disebabkan oleh sel-sel pada bayi yang belum sempurna sehingga terjadi sumbatan pada kelenjar kulit yang mengakibatkan retensi keringat. Biang keringat terjadi pada sekitar 40% bayi baru lahir. Menetap beberapa minggu dan menghilang tanpa pengobatan. Penanggulangan biang keringat cukup dengan mandi memakai sabun, mengatur agar suhu lingkungan cukup sejuk, sirkulasi (ventilasi) yang baik serta memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Pemakaian bedak tabur dapat juga membantu, namun bila inflamasinya hebat, pemakaian cream hidrokortison 1% dapat mengatasinya (http://www.sitiaisyah.com).
Seorang ahli ilmu kesehatan anak mengetahui miliria dengan baik, karena miliaria dapat ditemukan pada bayi yang berada dilingSeorang ahli ilmu kesehatan anak mengetahui miliria dengan baik, karena miliaria dapat ditemukan pada bayi yang berada dilingkungkan panas dan lembab. Kebanyakan bayi (60%) mempunyai kecenderungan terserang miliaria ketika mereka tumbuh dewasa, hal tersebut rupanya dipengaruhi oleh pematangan atau penguatan dinding saluran keringat, ekrin. Presentase dari orang dewasa yang menjadi suspek miliaria semakin meningkat terutama di daerah yang sangat panas dan juga kondisi yang lembab yaitu berkisar 70%-90% William colengan III (2004 : 605). Miliaria rubra juga sering terjadi pada bayi atau orang dewasa yang berada dalam lingkungan tropis, mencakup sekitar 30% dari orang dilingkungkan tersebut (Carol 2004 : 240). Insiden terjadinya biang keringat pada bayi usia kurang dari 1 Tahun berkisar 30% sendangkan pada bayi lebih dari 1 tahun berkisar 35%. Hal ini dapat terjadi bila suhu udara panas (23-350C) dan kelembaban tinggi (50-87%) menyebabkan badan gerah yang dapat memicu timbulnya biang keringat (Priyono, 2004).kungkan panas dan lembab. Kebanyakan bayi (60%) mempunyai kecenderungan terserang miliaria ketika mereka tumbuh dewasa, hal tersebut rupanya dipengaruhi oleh pematangan atau penguatan dinding saluran keringat, ekrin. Presentase dari orang dewasa yang menjadi suspek miliaria semakin meningkat terutama di daerah yang sangat panas dan juga kondisi yang lembab yaitu berkisar 70%-90% William colengan III (2004 : 605). Miliaria rubra juga sering terjadi pada bayi atau orang dewasa yang berada dalam lingkungan tropis, mencakup sekitar 30% dari orang dilingkungkan tersebut (Carol 2004 : 240). Insiden terjadinya biang keringat pada bayi usia kurang dari 1 Tahun berkisar 30% sendangkan pada bayi lebih dari 1 tahun berkisar 35%. Hal ini dapat terjadi bila suhu udara panas (23-350C) dan kelembaban tinggi (50-87%) menyebabkan badan gerah yang dapat memicu timbulnya biang keringat (Priyono, 2004).
1. Biang Keringat
a. Pengertian
Biang keringat adalah kelainan kulit yang sering muncul pada bayi dan balita akibat tersumbatnya kelenjar keringat, sehingga keringat yang keluar berkumpul di bawah kulit dan mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah (Pasaribu, 2007).
Biang keringat disebut juga keringat buntet timbul di daerah dahi, leher dan bagian tubuh yang tertutup pakaian, disertai gatal, kulit kemerahan dan gelembung berair kecil-kecil (http///www.ikatandokter anakindonesia.co.id).
Biang keringat adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh keluarnya keringat berlebihan disertai tersumbatnya saluran kelenjar keringat dan biasanya terjadi pada daerah dahi, leher, punggung dan dada (http://www.republika.com).
b. Jenis-jenis Biang Keringat
Ada tiga macam biang keringat yaitu :
1) Miliaria kristalina
Biang keringat yang terjadi pada bayi baru lahir (neonatus) sumbatan terjadi pada permukaan kulit sehingga terlihat gelembung-gelembung kecil berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih, namun tidak terdapat kemerahan pada kulit (hhtp:\\www.republika.com).
2) Miliaria rubra
Biang keringat ini terjadi pada anak yang biasa tinggal di daerah atau lingkungan panas dan lembab. Terdapat bintik-bintik kecil (1-2 mm) berwarna merah, biasanya disertai keluhan gatal dan perih (hhtp:\\www.republika.com).
3) Miliaria profunda
Pada biang keringat jenis ini terdapat bintik-bintik putih, keras dan berukuran (1-3 mm). Kulit tidak berwarna merah, namun kasus ini jarang terjadi (hhtp:\\www.republika.com)
c. Penyebab Biang Keringat
Penyebab biang keringat menurut Pasaribu (2007) yaitu:
1) Ventilasi ruangan kurang baik sehingga udara di dalam ruangan panas atau lembab.
2) Pakaian bayi terlalu tebal dan ketat, pakaian yang tebal dan ketat menyebabkan suhu tubuh bayi meningkat.
3) Bayi mengalami panas atau demam.
4) Bayi terlalu banyak beraktivitas sehingga banyak mengeluarkan keringat.
Faktor yang menyebabkan keringat keluar berlebihan dan tersumbatnya saluran keringat yaitu udara panas dan lembab disertai ventilasi ruangan yang kurang baik, pakaian terlalu tebal dan ketat, aktivitas yang berlebihan, juga setelah mengalami demam (http://www.republika.com)
Faktor penyebab timbulnya keringat berlebihan yaitu :
1) Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang baik
2) Pakaian yang terlalu lembab dan ketat
Pakaian banyak memberikan pengaruh pada kulit, misalnya menimbulkan pergeseran, tekanan yang berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan suhu tubuh.
3) Aktivitas yang berlebihan, misalnya berolahraga
4) Setelah menderita sakit panas
(FKUI, 2002)
Penyebab lain berupa penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar keringat. Sumbatan ini dapat diakibatkan debu atau radang pada kulit anak. Butiran-butiran keringat yang terperangkap dibawah kulit akan mendesak ke permukaan kulit dan menimbulkan bintik-bintik kecil yang terasa gatal (http://www.conectique.com).
d. Pencegahan
1) Bayi atau anak tetap dianjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 kali sehari menggunakan air dingin dan sabun.
2) Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan handuk (lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang lembut. Setelah itu dapat diberikan bedak tabur.
3) Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat terlebih dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga mempermudah terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri.
4) Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon, atau wol yang tidak menyerap keringat (FKUI, 2002).
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
Memandikan bayi atau anak secara teratur minimal 2 kali sehari dengan air dingin dan sabun. Orang tua sebaiknya juga sering membasuh keringat anak dengan handuk basah lalu dikeringkan dan ditaburi bedak. Ruangan juga harus diperhatikan, usahakan agar suhu ruangan tidak terlalu panas dan lembab dengan cara membuat ventilasi yang baik, jika perlu pasang kipas angin. Hindari pakaian yang tebal, ketat atau yang terbuat dari bahan yang tidak menyerap keringat seperti wol dan nilon (http://www.republika.com).
Biang keringat bisa tidak dialami bayi asalkan orang tua rajin menghindari penghalang penguapan keringat yang menutup pori-pori bayi dengan cara:
1) Bayi harus dimandikan secara teratur pada pagi dan sore hari.
2) Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak, leher, paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak keseluruhan tubuh dengan tipis.
3) Jaga tubuh bayi agar tetap kering.
4) Jika bayi berkeringat jangan keringkan dengan menggunakan bedak. Sebaiknya dengan waslap basah, lalu dikeringkan, dan diolesi dengan bedak tipis.
5) Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
6) Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara kamar yang tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi mengalir dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
7) Pada saat memandikan bayi yang menderita biang keringat, sebaiknya gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan partikel. Jika menggunakan sabun padat bisa meninggalkan partikel yang dapat menghambat penyembuhan (Pasaribu, 2007).
e. Pengobatan
Sebenarnya pengobatan khusus tidak diperlukan, cukup pencegahan dan perawatan kulit yang benar. Bila biang keringat berupa gelembung kecil tidak disertai berupa gelembung kecil tidak disertai kemerahan, kering dan tanpa keluhan dapat diberi bedak setelah mandi. Bila kelainan kulit membasah tidak boleh ditaburkan bedak, karena akan terbentuk gumpalan yang memperparah sumbatan kelenjar sehingga menjadi tempat pertumbuhan kuman. Bila keluhan sangat gatal, luka dan lecet dapat diatasi dengan pemberian antibiotik (FKUI, 2002).
Senin, 05 Juli 2010
interpretasi frekuensi
Menurut Arikunto interpretasikan skala dari distribusi frekuensi adalah sebagai berikut:
Seluruh : 100 %
Hampir seluruh : 76% - 99%
Sebagian besar : 51% - 75%
Setengah : 50%
Hampir setengahnya : 26% - 49%
Sebagian kecil : 1% - 25%
Tidak satupun : 0%
Seluruh : 100 %
Hampir seluruh : 76% - 99%
Sebagian besar : 51% - 75%
Setengah : 50%
Hampir setengahnya : 26% - 49%
Sebagian kecil : 1% - 25%
Tidak satupun : 0%
Langganan:
Postingan (Atom)