Setiap orangtua memiliki gaya mengasuh anak yang berbeda-beda, karena perbedaan persepsi dan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak-anak mereka. Dua hal utama yang melatarbelakangi perbedaan tersebut ialah sejarah dan role model atau teladan (Anneahira, 2011). Perhatian orang tua terhadap anak tidak cukup hanya untuk aspek pertumbuhan fisik. Selain itu, perlu juga ada perhatian untuk perkembangan mental dan emosi anak.
Selamat Datang !!!
Selamat datang di Blogku, Semoga bermanfaat, Tolong tinggalkan komentar....!
Minggu, 17 April 2011
Kamis, 14 April 2011
pengetahuan keluarga tentang gizi kehamilan dengan dukungan keluarga pada pemenuhan gizi ibu hamil di .............................
A. Latar Belakang
Gizi sehat memang dibutuhkan oleh siapa saja, mulai dari anak sampai dewasa, mulai dari yang sehat sampai yang sedang sakit. Demikian pula dengan masa kehamilan. Masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang tentu harus didukung dengan asupan gizi yang baik. Asupan gizi yang buruk dapat menimbulkan berbagai dampak baik bagi kesehatan ibu maupun bayi yang dikandungnya. Ibu bisa menderita anemia dan kurang gizi sedangkan pada bayi bisa berupa berat badan lahir rendah, lahir prematur, bahkan mungkin pula tidak jadi dilahirkan karena keguguran Ibu hamil harus selalu memperhatikan jadwal dan jenis makanan yang dikonsumsi,
Gizi sehat memang dibutuhkan oleh siapa saja, mulai dari anak sampai dewasa, mulai dari yang sehat sampai yang sedang sakit. Demikian pula dengan masa kehamilan. Masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang tentu harus didukung dengan asupan gizi yang baik. Asupan gizi yang buruk dapat menimbulkan berbagai dampak baik bagi kesehatan ibu maupun bayi yang dikandungnya. Ibu bisa menderita anemia dan kurang gizi sedangkan pada bayi bisa berupa berat badan lahir rendah, lahir prematur, bahkan mungkin pula tidak jadi dilahirkan karena keguguran Ibu hamil harus selalu memperhatikan jadwal dan jenis makanan yang dikonsumsi,
Rabu, 06 April 2011
hubungan pola asuh orang tua terhadap mental emosional pada anak prasekolah di PAUD Sakinah Lumajang
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orangtua memiliki gaya mengasuh anak yang berbeda-beda, karena perbedaan persepsi dan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak-anak mereka. Dua hal utama yang melatarbelakangi perbedaan tersebut ialah sejarah dan role model atau teladan (Anneahira, 2011). Perhatian orang tua terhadap anak tidak cukup hanya untuk aspek pertumbuhan fisik. Selain itu, perlu juga ada perhatian untuk perkembangan mental dan emosi anak. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan stimulus serta pengawasan yang memadai (Nandang, 2010).
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orangtua memiliki gaya mengasuh anak yang berbeda-beda, karena perbedaan persepsi dan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak-anak mereka. Dua hal utama yang melatarbelakangi perbedaan tersebut ialah sejarah dan role model atau teladan (Anneahira, 2011). Perhatian orang tua terhadap anak tidak cukup hanya untuk aspek pertumbuhan fisik. Selain itu, perlu juga ada perhatian untuk perkembangan mental dan emosi anak. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan stimulus serta pengawasan yang memadai (Nandang, 2010).
Makanan sehat untuk ibu hamil
Makanan sehat untuk ibu hamil antara lain yaitu rata-rata memerlukan ±2200 kalori (9500kJ) dalam sehari, jadi supaya ibu dan janin sehat (Boyke, 2010). Bagi ibu yang sedang mengandung, sangat perlu diperhatikan makanan yang akan dikonsumsinya. Namun pemenuhan tersebut memerlukan dukungan oleh keluarga terutama oleh suami. Suami sangat berperan dalam pemenuhan materi untuk pemenuhan gizi, pemberian informasi tentang gizi, dukungan emosional supaya istri merasa nyaman, dll. Namun, jika semua hal tersebut kurang terpenuhi maka akan berdampak pada status gizi ibu hamil ibu sendiri.
Susu juga sangat baik bagi ibu hamil, karena mengandung kalsium.
Susu juga sangat baik bagi ibu hamil, karena mengandung kalsium.
Akibat Rawan Pangan Penderita Kurang Gizi pada Bayi dan Ibu Hamil Meningkat
Akibat Rawan Pangan Penderita Kurang Gizi pada Bayi dan Ibu Hamil Meningkat
JAKARTA -- Bahaya kekurangan pangan, kelaparan dan kekurangan gizi yang meluas di tanah air mulai menjadi ancaman serius. Dari penelitian Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang dibentuk LIPI, diketahui jumlah penderita kurang gizi pada bayi, balita dan ibu hamil cenderung meningkat, kata Ketua LIPI Dr Soefjan Tsauri MSc APU di Jakarta kemarin.
''Apa yang dikhawatirkan sungguh terjadi seperti munculnya kembali kasus bayi HO [busung lapar --Red] yang datanya dihimpun oleh UNICEF dari RS Sutomo Surabaya dan adanya sebagian masyarakat yang kelaparan akhir-akhir ini,'' ujar Soefjan.
Kekhawatiran ini sesungguhnya telah diantisipasi dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi di Serpong Februari lalu seperti yang tercantum dalam rekomendasi butir 11. ''Penanggulangan masalah gizi pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah dua tahun penting sekali karena gizi pada periode tersebut tidak dapat ditebus dengan perbaikan gizi di kemudian hari,'' tegas Soefjan.
Karena itu, pimpinan LIPI membentuk Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang sifatnya independen. ''Anggotanya terdiri dari para pakar pangan dan gizi yang diundang LIPI atas nama pribadi, tidak mewakili organisasi baik masyarakat maupun pemerintah,'' ujarnya.
Pakar Gizi dari IPB Bogor Prof Dr Soekirman mengungkapkan satu contoh kecendrungan meningkatnya gizi buruk ditemukan di Jawa Barat. ''Ini tercatat di klinik Puslitbang Gizi Depkes Bogor. Kecenderungan pengingkatan kasus gizi buruk yang mencolok terjadi bulan Mei, Juni dan Juli 2008 yang meningkat dari 20 persen tahun 2007 menjadi 50 sampai 60 persen lebih tahun 2008,'' katanya.
Dampak rawan pangan pada balita, jelas Sukirman, ditemukan pula di wilayah utara Jawa Tengah. Pada wanita dampak krisis ditemukan pula di sebagian wilayah utara dan selatan Jawa Tengah. ''Di wilayah utara Jateng peningkatan prevalensi gizi buruk pada anak umur 3 tahun tercatat sekitar 8 persen tahun 2006 meningkat menjadi 12 sampai 15 persen pada 2008,'' papar Soekirman.
Soekirman menegaskan secara ilmiah telah dibuktikan bila masalah gizi pada anak balita dan ibu hamil dibiarkan meluas akan berakibat fatal. ''Maka dekade pertama tahun 2000 kita akan kehilangan sejumlah besar generasi dengan kualitas SDM yang tinggi karena dampak negatif dari kurang gizi tidak dapat diperbaiki atau sifatnya permanen.''
Yang menarik, lanjut Soekirman, dari data peningkatan kasus gizi buruk baik di RS Sutomo maupun di pedesaan wilayah utara Jateng, dampak krisis ini lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. ''Ini memprihatinkan karena jika terjadi pada anak perempuan maka dampaknya akan terjadi pula pada keturunannya, pada bayi yang dikandungnya jika kelak mereka dewasa dan berkeluarga,'' ujarnya.
Dia mengaku prihatin dengan makin meningkatnya prevelansi kurang gizi karena kurang zat besi atau anemia pada ibu hamil dan balita. ''Dari data Hellen Keller Internasional (HKI) 2008 di Jateng, terjadi peningkatan kurang zat gizi pada ibu hamil sebanyak 50 persen selama 2 tahun terakhir dan hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan materi oleh keluarga,'' jelas Soekirman.
Sedangkan anemia pada anak balita yang tahun 2006 rata-rata 40 persen meningkat menjadi 60 persen tahun 2008. ''Yang mengejutkan adanya tanda-tanda munculnya kembali masalah kurang vitamin A yang telah berhasil diberantas tahun 2003. Buta senja yang 0 persen sebelum krisis menjadi 0,5 sampai 1 persen sesudah krisis,'' tandasnya.
Pembahasan masalah kurang gizi ini mencuat dengan munculnya kasus 'Bayi HO' oleh media massa. ''Ini memang benar terjadi. Hal tersebut menarik karena kasus gizi buruk yang istilah teknisnya marasmic-kwashiorkor terjadi terakhir kali di Indonesia akhir tahun 1970-an. Munculnya kembali kasus ini merupakan pertanda makin beratnya kemiskinan di sebagian penduduk,'' jelasnya.
Dia mengkhawatirkan, sambungnya, kasus gizi buruk yang muncul di RS merupakan 'puncak gunung es'. ''Artinya penderita kurang gizi di masyarakat yang tidak dibawa ke RS jumlahnya jauh lebih besar. Mungkin bisa sepuluh kali lipat, kita tidak tahu. Karena itu harus segera dilakukan pendataan sejelas-jelasnya, terutama di daerah rawan sperti di perkotaan'' tegas Soekirman.
Atas dasar ini, LIPI dan Forum merekomendasikan untuk menghidupkan kembali struktur sosial pada masyarakat yaitu Posyandu. ''Timbulnya bunung lapar pada balita menandakan fungsi Posyandu mulai menghilang. Jika Posyandu berfungsi baik HO tidak akan terjadi karena kondisi setiap bayi di pedesaan sekalipun termonitor dengan baik,'' ungkap Soekirman.
Karena itu diharapkan pemerintah tidak hanya memusatkan perhatian pada bantuan fisik seperti makanan dan uang. ''Karena itu kita pusatkan perhatian pada Posyandu dengan menyarankan sebagian dana dipergunakan untuk merevitalisasi Posyandu,'' tegasnya.
JAKARTA -- Bahaya kekurangan pangan, kelaparan dan kekurangan gizi yang meluas di tanah air mulai menjadi ancaman serius. Dari penelitian Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang dibentuk LIPI, diketahui jumlah penderita kurang gizi pada bayi, balita dan ibu hamil cenderung meningkat, kata Ketua LIPI Dr Soefjan Tsauri MSc APU di Jakarta kemarin.
''Apa yang dikhawatirkan sungguh terjadi seperti munculnya kembali kasus bayi HO [busung lapar --Red] yang datanya dihimpun oleh UNICEF dari RS Sutomo Surabaya dan adanya sebagian masyarakat yang kelaparan akhir-akhir ini,'' ujar Soefjan.
Kekhawatiran ini sesungguhnya telah diantisipasi dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi di Serpong Februari lalu seperti yang tercantum dalam rekomendasi butir 11. ''Penanggulangan masalah gizi pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah dua tahun penting sekali karena gizi pada periode tersebut tidak dapat ditebus dengan perbaikan gizi di kemudian hari,'' tegas Soefjan.
Karena itu, pimpinan LIPI membentuk Forum Pengkajian Pangan dan Gizi Nasional yang sifatnya independen. ''Anggotanya terdiri dari para pakar pangan dan gizi yang diundang LIPI atas nama pribadi, tidak mewakili organisasi baik masyarakat maupun pemerintah,'' ujarnya.
Pakar Gizi dari IPB Bogor Prof Dr Soekirman mengungkapkan satu contoh kecendrungan meningkatnya gizi buruk ditemukan di Jawa Barat. ''Ini tercatat di klinik Puslitbang Gizi Depkes Bogor. Kecenderungan pengingkatan kasus gizi buruk yang mencolok terjadi bulan Mei, Juni dan Juli 2008 yang meningkat dari 20 persen tahun 2007 menjadi 50 sampai 60 persen lebih tahun 2008,'' katanya.
Dampak rawan pangan pada balita, jelas Sukirman, ditemukan pula di wilayah utara Jawa Tengah. Pada wanita dampak krisis ditemukan pula di sebagian wilayah utara dan selatan Jawa Tengah. ''Di wilayah utara Jateng peningkatan prevalensi gizi buruk pada anak umur 3 tahun tercatat sekitar 8 persen tahun 2006 meningkat menjadi 12 sampai 15 persen pada 2008,'' papar Soekirman.
Soekirman menegaskan secara ilmiah telah dibuktikan bila masalah gizi pada anak balita dan ibu hamil dibiarkan meluas akan berakibat fatal. ''Maka dekade pertama tahun 2000 kita akan kehilangan sejumlah besar generasi dengan kualitas SDM yang tinggi karena dampak negatif dari kurang gizi tidak dapat diperbaiki atau sifatnya permanen.''
Yang menarik, lanjut Soekirman, dari data peningkatan kasus gizi buruk baik di RS Sutomo maupun di pedesaan wilayah utara Jateng, dampak krisis ini lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. ''Ini memprihatinkan karena jika terjadi pada anak perempuan maka dampaknya akan terjadi pula pada keturunannya, pada bayi yang dikandungnya jika kelak mereka dewasa dan berkeluarga,'' ujarnya.
Dia mengaku prihatin dengan makin meningkatnya prevelansi kurang gizi karena kurang zat besi atau anemia pada ibu hamil dan balita. ''Dari data Hellen Keller Internasional (HKI) 2008 di Jateng, terjadi peningkatan kurang zat gizi pada ibu hamil sebanyak 50 persen selama 2 tahun terakhir dan hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan materi oleh keluarga,'' jelas Soekirman.
Sedangkan anemia pada anak balita yang tahun 2006 rata-rata 40 persen meningkat menjadi 60 persen tahun 2008. ''Yang mengejutkan adanya tanda-tanda munculnya kembali masalah kurang vitamin A yang telah berhasil diberantas tahun 2003. Buta senja yang 0 persen sebelum krisis menjadi 0,5 sampai 1 persen sesudah krisis,'' tandasnya.
Pembahasan masalah kurang gizi ini mencuat dengan munculnya kasus 'Bayi HO' oleh media massa. ''Ini memang benar terjadi. Hal tersebut menarik karena kasus gizi buruk yang istilah teknisnya marasmic-kwashiorkor terjadi terakhir kali di Indonesia akhir tahun 1970-an. Munculnya kembali kasus ini merupakan pertanda makin beratnya kemiskinan di sebagian penduduk,'' jelasnya.
Dia mengkhawatirkan, sambungnya, kasus gizi buruk yang muncul di RS merupakan 'puncak gunung es'. ''Artinya penderita kurang gizi di masyarakat yang tidak dibawa ke RS jumlahnya jauh lebih besar. Mungkin bisa sepuluh kali lipat, kita tidak tahu. Karena itu harus segera dilakukan pendataan sejelas-jelasnya, terutama di daerah rawan sperti di perkotaan'' tegas Soekirman.
Atas dasar ini, LIPI dan Forum merekomendasikan untuk menghidupkan kembali struktur sosial pada masyarakat yaitu Posyandu. ''Timbulnya bunung lapar pada balita menandakan fungsi Posyandu mulai menghilang. Jika Posyandu berfungsi baik HO tidak akan terjadi karena kondisi setiap bayi di pedesaan sekalipun termonitor dengan baik,'' ungkap Soekirman.
Karena itu diharapkan pemerintah tidak hanya memusatkan perhatian pada bantuan fisik seperti makanan dan uang. ''Karena itu kita pusatkan perhatian pada Posyandu dengan menyarankan sebagian dana dipergunakan untuk merevitalisasi Posyandu,'' tegasnya.
Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Suami tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan
ABSTRAK
Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Suami
Tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan Di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
Tahun : 2010
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan.
Penelitian dilaksanakan tanggal 13-20 Juli 2010 dengan tujuan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Desain dalam penelitian ini yaitu korelasi cross sectional dengan populasinya yaitu suami dari ibu hamil yang mengantar periksa dengan teknik accidental sampling diperoleh sampel sebanyak 16 responden dan variabel yang digunakan yaitu variabel bebas adalah pengetahuan suami dan variabel tergantung adalah kecemasan suami. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan Spearman.
Hasil analisa dari 16 responden didapatkan hasil bahwa harga ρ hitung 0,901 dan harga ρ tabel 0,506 maka terlihat bahwa ρ hitung lebih besar dari ρ tabel yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Sebagai petugas kesehatan (bidan) khususnya diharapkan lebih aktif memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan seks selama kehamilan sehingga dapat mengurangi kecemasan.
Kata Kunci : Pengetahuan, Hubungan seks, Kecemasan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Hubungan seks dapat dilakukan dengan aman sejak terbentuknya janin sampai dengan mulainya saat persalinan asalkan kehamilan berjalan normal. (Close, Sylvia, 1998:1)
Beberapa situasi yang menyarankan untuk menghentikan hubungan seks yaitu jika terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seks, terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak, pernah mengalami keguguran, terjadi plasenta previa, kehamilan kembar. (Manuaba, 1998:139)
Secara fisiologis pada saat istri hamil suami tidak terganggu, tetapi keinginan berhubungan seks dengan istri akan terganggu secara emosi. Oleh karena itu, keinginan berhubungan seks dengan istrinya yang sedang hamil berbeda. Pada kebanyakan pasangan akan timbul kecemasan karena perubahan saat istri hamil antara lain rasa takut pada keguguran sehingga suami memilih untuk menghentikan hubungan seks. Suami menjadi terlalu sensitif dan menyesuaikan perasaan istri pada masa hamil dengan maksud bertanggung jawab untuk melindungi sang ibu, janin dan kehamilan atau karena menuruti peraturan agama atau adat setempat. (Close, Sylvia, 1998: 10)
Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seksual sebelum kehamilan. Hal tersebut meningkat menjadi 41% pada trimester I kehamilan, dan 59% pada trimester III. Hampir setiap pasangan selama kehamilan akan mengalami beberapa perubahan seperti tidak berhubungan seks sama sekali atau menjadi sedikit tidak nyaman. (Eisenberg, Arlene, 1998:184)
Keengganan berhubungan seks saat istri sedang hamil juga dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada wanita. Banyak istri saat hamil yang kurang bergairah, bahkan ada yang tidak mau disentuh sama sekali. Disisi lain, begitu suami mengetahui istri hamil, suami juga akan mengalami perubahan hormon. Pada saat itu, produksi hormon estradiol dan estrogen lebih tinggi, sedangkan testoteron sedikit berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan gairah dan kecemasan pun meningkat (problemseks.blogspot.com).
Berdasarkan penjelasan seorang psikiater di Jakarta mengatakan bahwa beberapa pria mengalami perubahan hormonal selama kehamilan istrinya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. (Bibilung, 2007)
Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks. (Eisenberg, Arlene, 1998:185)
Berdasarkan studi pendahuluan di 4 BPS Kabupaten Gorontalo yaitu di BPS Ny. Ida Fariati Desa Tugurejo Kecamatan Gurah Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan tidak merasa khawatir tentang berhubungan seks selama kehamilan, di BPS Ny. Agustin Desa Doko Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul ada 2 suami ibu hamil yang mengantar periksa, dari 2 suami ini 1 merasa khawatir dan 1 tidak mengalami kekhawatiran tentang berhubungan seks selama kehamilan. Dan di BPS Ny. Siti Fatimah Amd,Keb Desa Ngingas Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul didapatkan 5 suami ibu hamil yang mengantar periksa. Dari 5 suami ibu hamil 3 (60%) diantaranya khawatir untuk melakukan hubungan seks karena tidak mengerti tentang hubungan seks selama kehamilan dan 2 (40%) diantaranya tidak khawatir, sedangkan di BPS Ny. Ninik Desa Plemahan Kecamatan Plemahan Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan mengalami kekhawatiran mengenai hubungan seks selama kehamilan.
1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ....... ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2.2 Mengetahui tingkat kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kabupaten ........
1.3.2.3 Menganalisa hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menerapkan riset kebidanan tentang hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal care.
Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Suami
Tentang Berhubungan Seks Selama Kehamilan Di BPS Desa Kecamatan Kabupaten
Tahun : 2010
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan.
Penelitian dilaksanakan tanggal 13-20 Juli 2010 dengan tujuan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Desain dalam penelitian ini yaitu korelasi cross sectional dengan populasinya yaitu suami dari ibu hamil yang mengantar periksa dengan teknik accidental sampling diperoleh sampel sebanyak 16 responden dan variabel yang digunakan yaitu variabel bebas adalah pengetahuan suami dan variabel tergantung adalah kecemasan suami. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan Spearman.
Hasil analisa dari 16 responden didapatkan hasil bahwa harga ρ hitung 0,901 dan harga ρ tabel 0,506 maka terlihat bahwa ρ hitung lebih besar dari ρ tabel yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan. Sebagai petugas kesehatan (bidan) khususnya diharapkan lebih aktif memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan seks selama kehamilan sehingga dapat mengurangi kecemasan.
Kata Kunci : Pengetahuan, Hubungan seks, Kecemasan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Hubungan seks dapat dilakukan dengan aman sejak terbentuknya janin sampai dengan mulainya saat persalinan asalkan kehamilan berjalan normal. (Close, Sylvia, 1998:1)
Beberapa situasi yang menyarankan untuk menghentikan hubungan seks yaitu jika terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seks, terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak, pernah mengalami keguguran, terjadi plasenta previa, kehamilan kembar. (Manuaba, 1998:139)
Secara fisiologis pada saat istri hamil suami tidak terganggu, tetapi keinginan berhubungan seks dengan istri akan terganggu secara emosi. Oleh karena itu, keinginan berhubungan seks dengan istrinya yang sedang hamil berbeda. Pada kebanyakan pasangan akan timbul kecemasan karena perubahan saat istri hamil antara lain rasa takut pada keguguran sehingga suami memilih untuk menghentikan hubungan seks. Suami menjadi terlalu sensitif dan menyesuaikan perasaan istri pada masa hamil dengan maksud bertanggung jawab untuk melindungi sang ibu, janin dan kehamilan atau karena menuruti peraturan agama atau adat setempat. (Close, Sylvia, 1998: 10)
Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seksual sebelum kehamilan. Hal tersebut meningkat menjadi 41% pada trimester I kehamilan, dan 59% pada trimester III. Hampir setiap pasangan selama kehamilan akan mengalami beberapa perubahan seperti tidak berhubungan seks sama sekali atau menjadi sedikit tidak nyaman. (Eisenberg, Arlene, 1998:184)
Keengganan berhubungan seks saat istri sedang hamil juga dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada wanita. Banyak istri saat hamil yang kurang bergairah, bahkan ada yang tidak mau disentuh sama sekali. Disisi lain, begitu suami mengetahui istri hamil, suami juga akan mengalami perubahan hormon. Pada saat itu, produksi hormon estradiol dan estrogen lebih tinggi, sedangkan testoteron sedikit berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan gairah dan kecemasan pun meningkat (problemseks.blogspot.com).
Berdasarkan penjelasan seorang psikiater di Jakarta mengatakan bahwa beberapa pria mengalami perubahan hormonal selama kehamilan istrinya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 1 1%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. (Bibilung, 2007)
Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks. (Eisenberg, Arlene, 1998:185)
Berdasarkan studi pendahuluan di 4 BPS Kabupaten Gorontalo yaitu di BPS Ny. Ida Fariati Desa Tugurejo Kecamatan Gurah Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan tidak merasa khawatir tentang berhubungan seks selama kehamilan, di BPS Ny. Agustin Desa Doko Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul ada 2 suami ibu hamil yang mengantar periksa, dari 2 suami ini 1 merasa khawatir dan 1 tidak mengalami kekhawatiran tentang berhubungan seks selama kehamilan. Dan di BPS Ny. Siti Fatimah Amd,Keb Desa Ngingas Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Bantul didapatkan 5 suami ibu hamil yang mengantar periksa. Dari 5 suami ibu hamil 3 (60%) diantaranya khawatir untuk melakukan hubungan seks karena tidak mengerti tentang hubungan seks selama kehamilan dan 2 (40%) diantaranya tidak khawatir, sedangkan di BPS Ny. Ninik Desa Plemahan Kecamatan Plemahan Kabupaten Bantul didapatkan 1 suami yang mengantar periksa dan mengalami kekhawatiran mengenai hubungan seks selama kehamilan.
1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ....... ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.3.2.2 Mengetahui tingkat kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kabupaten ........
1.3.2.3 Menganalisa hubungan pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan di BPS Ny. .... ... Desa .............. Kecamatan .... Kabupaten ........
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menerapkan riset kebidanan tentang hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal care.
Langganan:
Postingan (Atom)