Selamat Datang !!!

Selamat datang di Blogku, Semoga bermanfaat, Tolong tinggalkan komentar....!

Minggu, 17 April 2011

pola asuh orang tua terhadap mental emosional anak prasekolah

Setiap orangtua memiliki gaya mengasuh anak yang berbeda-beda, karena perbedaan persepsi dan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak-anak mereka. Dua hal utama yang melatarbelakangi perbedaan tersebut ialah sejarah dan role model atau teladan (Anneahira, 2011). Perhatian orang tua terhadap anak tidak cukup hanya untuk aspek pertumbuhan fisik. Selain itu, perlu juga ada perhatian untuk perkembangan mental dan emosi anak.
Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan stimulus serta pengawasan yang memadai (Nandang, 2010). Keberhasilan mendidik anak merupakan tanggung jawab kedua orang tua. Hanya saja kini semakin banyak orang tua yang melupakan perannya lantaran kesibukan pekerjaan. Sebuah penelitian yang dilakukan baru-baru membuktikan, peran ayah sama penting dengan sang ibu pada masa perkembangan si kecil (Republika, 2010).
Tidak hanya orang dewasa yang memiliki emosi, ternyata semua orang memiliki emosi, termasuk bayi atau anak. Emosi anak pun mirip dengan orang dewasa, namun yang membedakan adalah cara berpikir mereka. Selain itu, mereka juga belum mengerti perbedaan antara mengalami perasaan dan mengekspresikannya supaya bisa bertingkah laku untuk mengendalikan emosinya. Hampir semua orang tua mungkin menerima pada saat anak mengalami emosi positif (gembira, riang, senang, ketawa atau yang sejenis), tapi tak semua orang tua menerima pada saat anak mengalami emosi negatif (menangis, rewel, marah, sebel, sedih atau yang sejenis ini). Bahkan sebagian orang cenderung menolak emosi negatif anak (Silvi, 2010). Pola asuh sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian serta aspek-aspek pembentuk kepribadian diantaranya adalah: emosi, sosial, motivasi, intelektual dan spiritual. Guna tercapai kedewasaan yang matang, hingga terwujud kepribadian yang sukses dalam diri anak (Ismira, 2008).
Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita keterbelakangan mental ini. Insidennya sulit di ketahui karena keterbelakangan metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana keterbelakangannya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Keterbelakangan mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Indonesiachildren, 2010).
Berdasarkan studi di PAUD Sakinah Lumajang pada 7 orang tua dan anak prasekola didapatkan 4 orang tua mengaplikasikan pola asuh permisif pada anaknya seperti selalu menuruti keinginan anaknya walaupun sebenarnya keinginan balita tersebut dapat berdampak kurang baik baginya. Sehingga menyebabkan balita tersebut menjadi agak nakal dan rewel. Sedangkan 3 orang tua mengaplikasikan pola asuh yang demokratis, seperti selalu memberikan penjelasan pada anak terhadap apa yang diinginkannya sebelum menurutinya sehingga anaknya akan dapat menumbuhkan semangat gotong-royong, mengembangkan potensi diri, menghargai pendapat orang lain, dll (
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di TK Darma Bakti Desa Jeruk Seger Gedeg tanggal 13-14 pada 9 orang tua dan anak prasekola didapatkan 5 orang tua (55,56%) mengaplikasikan pola asuh permisif. Sedangkan 2 orang tua (22,22%) mengaplikasikan pola asuh yang demokratis, seperti selalu memberikan penjelasan pada anak terhadap apa yang diinginkannya sebelum menurutinya. Dan 2 orang tua (22,22%) mengaplikasikan pola asuh otoriter, mereka menerapkan tersebut karena anak mereka hiperaktif dan susah diatur.
Mengenal bentuk pola asuh orangtua karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil, namun memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu dan juga perkembangan emosional yang positif. Orangtua dan pola asuh memiliki peran yang besar dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya (Ismira, 2008). Dampak pemberian pola asuh berbeda-beda sesuai pola asuh yang diterapkan antara lain Otoriter akan berdampak anak cenderung tertekan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang, dll. Demokratis, anak akan lebih menghargai pendapat orang lain, membangun dan membina dialog, dll dan Permisif, anak cenderung akan bertindak sekehendak hati, tidak mampu mengendalikan diri, tingkat kesadaran mereka rendah, dll.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk membentuk pola asuh anak agar perkembangan emosinya berjalan normal. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut orangtua yang pantas diteladani anak dengan mencontohkan hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai anak dipaksa melakukan hal baik yang orangtuanya tidak mau melakukannya. Anak nantinya akan menghormati dan menghargai orang tuanya sehingga setelah dewasa akan menyayangi orangtua dan anggota keluarga yang lain. Orang tua juga harus menyesuaikan pola asuh dengan situasi, kondisi, kemampuan dan kebutuhan anak. Pola asuh anak balita tentu akan berbeda dengan pola asuh anak remaja. Jangan mendidik anak dengan biaya yang tidak mampu ditalangi orangtuanya. Usahakan anak mudah paham dengan apa yang kita inginkan tanpa merasa ada paksaan, namun atas dasar kesadaran diri sendiri (Godam, 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar