2.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah respon emosional terhadap kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. (Stuart, 2006). Menurut Nevid (2005) Anxietas / kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala shomatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf outonomik (SSA). Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. (Kaplan & sadock, 2007)
Kecemasan merupakan suatu perasaan kuatir yang samar-samar, sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu tersebut. Menurut peneliti kecemasan adalah semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas
2.1.2 Teori Kecemasan
Menurut Sullivan & Coplan (2000) kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai sesuatu sebagai suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku. Stres dapat berbentuk psikologis, social atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Teori Biologi
Beberapa individu yang mengalami episode sikap bermusuhan, iritabilitas, perilaku sosial, dan perasaan mendadak bahwa segala sesuatu tidak nyata, dapat menunjukkan gangguan panik atipikal. Mereka mengalami abnormalitas elektroensefalografik pada lobis temporal yang biasanya berespons terhadap karbamazepin (suatu antikunvulsan) atau obat-obatan lain dalam kategori ini.
2.1.2.2 Teori genetik
Kecemasan dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan kecemasan memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami kecemasan. Insiden gangguan panik mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama, dengan wanita beresiko dua kali lipat lebih besar daripada pria.
2.1.2.3 Teori neurokimia
Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan kecemasan. GABA, suatu neurotransmiterinhibitor, berfungsi sebagai agens kecemasan tubuh dengan mengurangi eskitabilitas sel sehingga mengurangi frekuensi bangkitan neuron. GABA tersedia pada sepertiga sinap saraf,terutama sinaps di sistem limbik dan lokus sereleus, tempat neurotrasmiter noerepinefrin meningkatkan kecemasan, diperkirakan bahwa maalah pengaturan neurotransmiter ini menimbulkan kecemasan. Benzodiazepin, suatu kelas obat-obatan ansitolik, terikat pada tempat reseptor yang sama seperti GABA. Benzodiazepin membantu reseptor pascasinaps untuk lebih reseptif terhadap efek GABA, yang lebih lanjut mengurangi kecemasan. Ansiolitik mengurangi kecemasan prabedah dan mengendalikan reaksi kecemasan akut, tetapi agens ini harus digunakan dengan bijaksana karena bersifat adiktif.
2.1.2.4 Teori Psikodinamik
Menurut Freud (1936) memandang kecemasan alamiah seseorang sebagai stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap kecemasan. Individu yang mengalami kecemasan diyakini menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud.
2.1.2.5 Teori interpersonal
Harry stack Sullivan (1952) berpendapat bahwa kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal. Cara mengomunikasikan kecemasan dari individu yang satu kepada yang lain disebut empati. Pada individu dewasa,kecemasan muncul dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi tingkat kecemasan, semakin rendah kemampuan untuk mengomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan untuk terjadi gangguan kecemasan.
Hildegard Peplau (1952) memahami manusia berada dalam aspek interpersonal dan fisiologis. Oleh karena itu,perawat dapat dengan lebih baik membantu klien untuk sehat dengan memperhatikan kedua are tersebut. Ia mengembangkan intervensi keperawatan dan tehnik komunikasi interpersonal yang didasarkan pada pandangan interpersonal Sullivan tentang kecemasan ketika memahami dan memandu individu menggunakan energi yang timbul dan ansietas untuk belajar dan berubah.
2.1.2.6 Teori perilaku
Ahli teori perilaku memandang kecemasan sebagai sesuatu yang dipelajari melalui pengalaman individu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau “dibuang” melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat memodifikasi perilaku malapdatif tanpa memahami penyebab perilaku tersebut. Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui pengalaman berulang yang dipandu oleh seorang ahli terlatih.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Nevid (2005) banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan diantaranya adalah :
2.1.3.1 Faktor-Faktor Kognitif
Fokus dari perspektif kognitif adalah pada peran dari cara berpikir yang distorsi dan disfungsional yang mungkin memegang peran pada pengembangan gangguan-gangguan kecemasan. beberapa gaya berpikir yang dikaitkan dengan gangguan-gangguan kecemasan adalah:
2.1.3.1.1 Prediksi berlebihan terhadap rasa takut
Orang dengan gangguan kecemasan sering kali memprediksi secara berlebihan tentang seberapa besar ketakutan atau kecemasan yang akan mereka alami dalam situasi-situasi pembangkitan - kecemasan, orang dengan fobia ular misalnya, mungkin berharap akan gemetar ketika berhadapan dengan seekor ular
2.1.3.1.2 Keyakinan yang Self-Defeating atau rasional
Pikiran-pikiran Self-Defeating dapat meningkatkan dan mengekalkan gangguan-gangguan kecemasan dan fobia. Bila berhadapan dengan stimuli pembangkitan kecemasan, orang mungkin berfikir, ”Saya harus keluar dari sini,” atau”Jantung saya akan meloncat keluar dari dada saya”.pikiran-pikiran semacam ini mengintensifikasi keterangsangan otomotorik: menunggu rencana, memperbesar aversivitas stimuli, mendorong tingkah laku menghindar, dan menurunnya harapan untuk Self-Efficacy sehubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengembalikan situasi.
2.1.3.1.3 Sensitivitas berlebihan terhadap ancaman
Suatu sensitivitas berlebihan terhadap sinyal ancaman adalah ciri utama dari gangguan-gangguan kecemasan. Orang-orang dengan fobia memersepsikan bahaya pada situasi-situasi yang oleh kebanyakan orang dianggap aman,seperti menaiki elevator atau mengendarai mobil melalui jembatan. Kita semua mempunyai sistem alarm internal yang sensitif terhadap sinyal ancaman. Sistem ini secara ovulasi mempunyai keuntungan untuk manusia karena meningkatkan kemungkinan terhadap hidup dalam lingkungan yang sarat akan hostilitas.
2.1.3.1.4 Sensitivitas kecemasan
Sensitivitas kecemasan (anxiety sensitivity) biasanya didefinisikan sebagai ketakutan terhadap kecemasan dan simtom-simtom yang terkait dengan kecemasan. Orang dengan taraf sensitivitas yang tinggi terhadap kecemasan mempunyai ketakutan terhadap ketakutan itu sendiri. Mereka takut terhadap emosi-emosi mereka atau takut bahwa keterangsangan tubuh yang diasosiasikan dengan keadaan tersebut akan menjadi tidak terkendali, mengakibatkan konsekuensi yang merugikan, seperti menderita serangan jantung,mereka mungkin mudah sekali menjadi panik bila mereka mengalami tanda-tanda kebutuhan dari kecemasan,seperti jantung berdebar, nafas pendek, karena mereka menganggap simtom-simtom ini sebagai akan datangnya malapetaka.
Sensitivitas terhadap kecemasan merupakan faktor resiko yang penting bagi gangguan panik
2.1.3.1.5 Salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh
Para teoretikus kognitif menunjukkan peran dari salah interpretasi yang membawa bencana, seperti peran palpitasi jantung,pusing tujuh keliling,kepala enteng dalam eskalasi dari simtom-simtom panik menjadi serangan panik yang parah. Epinefrina mengintensifikasi sensasi fisik dengan terjadinya peningkatan denyut jantung, nafas cepat, dan berkeringat. Perubahan-perubahan pada sensasi tubuh ini diinterpretasikan secara salah sebagai tanda-tanda dari akan terjadinya serangan panik atau lebih buruk lagi sebagai tanda akan terjadinya bencana(“Ya Tuhan,saya mendapat serangan jantung!”). salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh lebih lanjut dapat memperkuat persepsi akan adanya ancaman,yang kemudian meningkatkan kecemasan, dan lebih lanjut lagi menyebabkan simtom-simtom tubuh yang terkait dengan kecemasan, dan seterusnya dalam suatu lingkaran setan yang dengan cepat akan membubung menjadi serangan panik yang sepenuhnya
2.1.3.1.6 Kecemasan dan Self-Efficacy yang rendah
Kehilangan kepercayaan dalam kemampuan sendiri untuk mengekspresikan dirinya sendiri. Ide yang ingin diungkapkan dihambat oleh kecemasan,yang mengganggu kemampuannya untuk berpikir dan berbicara dengan jelas. Kecemasan ini dipertahankan dengan persepsi yang salah tentang dirinya sebagai tidak mampu untuk mengatakan hal yang benar bila diminta untuk berpendapat dalam kelas atau bila berjumpa dengan orang-orang baru
2.1.3.2 Faktor-faktor Biologis
Bukti-bukti makin bertambah mengenai pentingnya faktor-faktor biologis pada gangguan-gangguan kecemasan faktor-faktor seperti hereditas dan ketidakseimbangan biokimia di otak. faktor biologis diantaranya adalah:
2.1.3.2.1 Faktor-faktor genetis
Faktor-faktor genetis dampak mempunyai peran penting dalam perkembangan gangguan-gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesis-kompulsif, dan gangguan-gangguan fobia. Peneliti juga mengaitkan suatu gen dengan neurotisisme, suatu trait kepribadian yang mungkin mendasari kemudahan untuk berkembangnya gangguan-gangguan kecemasan. Trait neurotitisme mempunyai ciri kecemasan, suatu perasaan bahwa suatu yang buruk akan terjadi,dan kecenderungan untuk menghindari stimulus pembangkit ketakutan. Para peneliti memperkirakan bahwa separuh variabilitas dari masyarakat dalam populasi umum yang mempunyai trait mendasar ini berasal dari faktor-faktor ganetis, dan faktor lingkungan menjelaskan yang separuhnya lagi.
2.1.3.2.2 Neorotransmiter
Sejumlah neurotransmitter berpengaruh pada reaksi kecemasan,termasuk gamma aminobutyrc (GAMA). GAMA adalah neurotransmitter yang inhibitori, yang berarti meredakan aktivitas berlebih dari sistem saraf dan membantu untuk meredam respon-respon stres. bila aksi GABA tidak adekuat, neuro-neuro dapat berfungsi berlebihan,kemungkinan menyebabkan kejang-kejang. Dalam kasus-kasus yang kurang dramatis, aksi GABA yang kurang adekuat dapat meningkatkan kecemasan. ketidakteraturan dalam reseptor serotonin dan norepinephrine di otak juga memegang peran dalam gangguan-gangguan kecemasan.
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Rasa Cemas.
2.1.4.1 Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal dapat mempengaruhi cara berpikir. Hal ini bisa saja disebabkan pengalaman dengan orang lain. Sehingga wajar bila kecemasan timbul jika merasa tidak aman terhadap lingkungan.
2.1.4.2 Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan dalam hubungan personal. Ini benar terutama jika menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu lama.
2.1.4.3 Sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Perubahan fisik berdampak pada perubahan perasaan dan dapat menimbulkan kecemasan.
2.1.4.4 Keturunan
Gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga- keluarga tertentu, tapi ini bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan.
2.1.5 Faktor Predisposisi Kecemasan
Menurut Stuar (2006) faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan dapat dibagi menjadi beberapa pandangan diantaranya :
2.1.5.1 Pandangan psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi dua tuntutan dari elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengikatkan ego bahwa ada bahaya.
2.1.5.2 Pandangan interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan,yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
2.1.5.3 Pandangan prilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Pakar prilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
2.1.5.4 Kajian keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan antara gangguan kecemasan dengan depresi.
2.1.5.5 Kajian biologis
Menunjukan bahwa otak mengandung rreseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki bab nyata sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor.
2.1.6 Tingkat kecemasan
Sedangkan menurut Stuart (2006) kecemasan dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan diantaranya adalah :
2.1.6.1 Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam hidup sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2.1.6.2 Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
2.1.6.3 Kecemasan berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua prilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
2.1.6.4 Kecemasan tingkat panik.
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali,orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan,dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif Respons Maladatif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 2.1. Rentangan respons kecemasan
2.1.7 Stresor Pencetus
Stuart (2006) membagi stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori:
1. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi, distabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dalam individu.
2.1.8 Respon Fisiologi Terhadap Kecemasan
Menurut Stuart (2006) respons fisiologi terhadap kecemasan dapat dipetakan sebagai berikut :
2.1.8.1 Kardiovaskuler
Respons fisiologi terhadap sistem kardiovaskular antara lain; palpitasi, jantung “berdebar”, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
2.1.8.2 Pernafasan
Respons fisiologi terhadap sistem pernafasan antara lain; nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.
2.1.8.3 Neuromuskuler
Respons fisiologi terhadap sistem neuromuskuler antara lain; reflek meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tumgkai lemah, gerakan yang dangkal.
2.1.8.4 Gastrointestinal
Respons fisiologi terhadap sistem gastrointestinal antara lain; kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.
2.1.8.5 Saluran perkemihan
Respons fisiologi terhadap saluran perkemihan antara lain; tidak dapat menahan kencing, sering berkemih
2.1.8.6 Kulit
Respons fisiologi terhadap pada kulit antara lain; wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
2.1.9 Respon Perilaku, Kognitif Dan Afektif Terhadap Kecemasan
1.1.9.1 Perilaku
Respons perilaku akibat dari kecemasan antara lain; gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada
1.1.9.2 Kognitif
Respons kognitif akibat dari kecemasan antara lain; perhatian terganggu konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.
1.1.9.3 Afektif
Respons afektif akibat dari kecemasan antara lain; mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, malu.
2.1.10 Alat ukur kecemasan (Hamilton Rating Scale for Anxiety/HRS-A)
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian score antara 0-4, yang arinya adalah:
Nilai 0 = tidak ada gejala
1= gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4 = gejala berat sekali
Penilaian derajat kecemasan
Skor < 6 = tidak ada kecemasan
6-14 = kecemasan ringan
15-27 = kecemasan sedang
> 27 = kecemasan berat
Untuk menentukan tingkat kecemasan dipakai skor HARS (Hamilton Anciete Rating Scale) yang telah dianggap baku :
2.1.10.1 Perasaan cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2.1.10.2 Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengang nyenyak
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
2.1.10.3 Ketakutan
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada binatang besar
Takut keramaian lalu lintas
Takut kerumunan orang lain
2.1.10.4 Gangguan tidur
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Tidur pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
2.1.10.5 Gangguan kecerdasan
Daya ingat buruk
Sukit berkonsentrasi
Sering bingung
2.1.10.6 Perasaan depresi
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
2.1.10.7 Gejala somatik (otot-otot)
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tak stabil
2.1.10.8 Gejala sensorik
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemas
Perasaan ditusuk-tusuk
2.1.10.9 Gerakan kardiovaskular
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemah pingin pingsan
Detak jantung hilang sekejap
2.1.10.10 Gejala Pernafasan
Rasa tertekan di dada
Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek/sesak
Sering menarik nafas panjang
2.1.10.11 Gangguan gastrointestinal
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Konstipasi/sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum/sesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa penuh/kembung
2.1.10.12 Gangguan urogenital
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenor/menstruasi yang tidak teratur
Frigiditas
2.1.10.13 Gejala vegetative/otonom
Mulut kering
Muka kering
Mudah Berkeringat
Pusing/sakit kepala
Bulu roma berdiri
2.1.10.14 Tingkah laku (sikap) pada wawancara
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi muka tegang
Napas pendek dan cepat
Muka merah
(Nursalam, 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar